Senin, 14 November 2016

Imanuel Kant dan moralnya bagian 3

Suatu hari ...
Uwaahh panjang juga ya ceritanya Imannuel Kant ini, hufffttt ayo jangan pada lemes gitu. Yuukk kita lanjutkan membacanya lagi :D
ini bagian 1 nya ka
ini bagian 2 nya ka

“Sikap skeptis Hume  dalam kaitan dengan apa yang dapat dikatakan oleh akal dan indra kepada kita memaksa Kant untuk memikirkan lagi banyak pertanyaan penting mengenai kehidupan. Terutama dalam bidang etika. Bukankah Hume  mengatakan bahwa kita tidak pernah dapat membuktikan apa yang benar dan apa yang salah? Kita tidak dapat menarik kesimpulan dari kalimat berita menjadi kalimat perintah. Bagi Hume, bukan akal dan bukan pula pengalamankita yang menentukan perbedaan antara benar dan salah. Melainkan perasaan. Ini yang terlalu lemah bagi Kant.



Kant selalu merasa bahwa perbedaan antara benar dan salah adalah masalah akal, bukan perasaan. Dalam hal ini dia setuju dengan kaum rasionalis yang mengatakan kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah itu melekat dalam akal manusia. Setiap orang tahu apa yang benar atau yang salah, bukan karena kita telah mempelajarinya, melainkan karena itu terlahir dalam pikiran. Menurut Kant, Setiap orang mempunyai 'akal praktis' yaitu, kecerdasan yang memberi kita kemampuan untuk memahami apa yang benar atau salah dalam setiap soal. Kemampuan untuk menentukan yang benar dan yang salah itu sama-sama merupakan bawaan lahir sebagaimana sifat-sifat akal yang lain. Hanya karena kita ini makhluk yang cerdas, misalnya, karena memahami segala sesuatu itu mempunyai hubungan kausal, kita semua mempunyai akses pada hukum moral universal yang sama.
Hukum moral ini mempunyai keabsahaan mutlak yang sama dengan hukum fisik. Pertanyaan bahwa segala sesuatu ada sebabnya, sama mendasarnya bagi moral kita sebagaimana bahwa 7 ditambah 5 sama dengan 12 bagi akal kita. Dan apa yang dikemukakan oleh hukum moral? Karena ia mendahului setiap pengalaman, ia 'formal'. Artinya, tidak terikat pada situasi pilihan moral tertentu. Sebab ia berlaku bagi semua orang di semua kalangan masyarakat sepanjang masa. Jadi, Iya tidak mengajarkan kita harus melakukan ini atau itu jika kita mendapati diri kita dalam situasi ini atau itu. Ia mengajarkan bagaimana kita harus berperilaku di setiap situasi.
Tapi, Apa maksudnya mempunyai hukum moral yang tertanam dalam diri kita sendiri jika hukum moral itu tidak mengajarkan kita apa yang harus dilakukan dalam situasi-situasi tertentu?
Kant merumuskan hukum oral sebagai suatu perintah pasti. Dengan ini yang dimaksudkan adalah bahwa hukum moral itu pasti atau bahwa ia berlaku untuk semua situasi. Lagi pula, ia berupa 'perintah' yang berarti memiliki kekuatan dan kewenangan mutlak. Kant merumuskan 'perintah pasti' ini dengan berbagai cara. Pertama-tama dia mengatakan: Bertindaklah sesuai dengan ketentuan hukum universal. Jadi jika kamu melakukan sesuatu, kamu harus merasa yakin bahwa kamu juga menginginkan orang lain melakukan yang sama jika mereka berada dalam situasi yang sama. Dengan begitu, barulah kamu bisa bertindak sesuai dengan hukum moral yang tertanam di dalam dirimu.
Kant juga merumuskan 'perintah pasti' itu dengan cara begini: Bertindaklah dengan cara sedemikian rupa sehingga kamu selalu menghormati perikemanusiaan, entah kenapa dirimu sendiri maupun kepada orang lain, bukan hanya sekali sekali melainkan selalu dan selamanya. Jadi kita tidak boleh menyalahgunakan orang lain demi keuntungan kita sendiri. Tidak, sebab setiap orang mempunyai tujuan sendiri. Itu tidak hanya berlaku untuk orang lain tetapi juga untuk dirimu sendiri. Kamu juga tidak boleh menyalahgunakan dirimu sendiri sebagai sarana untuk mencapai sesuatu.
Tapi tentunya ini hanya pernyataan. Hume barangkali benar bahwa kita tidak dapat membuktikan apa yang benar atau salah melalui akal.
Menurut Kant, hukum oral itu sama mutlaknya dan samai universalnya dengan hukum kausalitas. Itu pun tidak dapat dibuktikan dengan akal, namun tetap mutlak dan tidak dapat diubah. Tak seorang pun akan menyangkalnya. Ketika Kant menggambarkan hukum moral, sesungguhnya dia menggambarkan hati nurani manusia. Kita tidak dapat membuktikan apa yang dikatakan oleh hati nurani kita, tapi kita tetap saja mengetahuinya.
Kadang-kadang, kamu mungkin bersikap baik dan mau membantu orang lain hanya karena kamu tahu tindakanmu itu akan ada balasannya itu dapat menjadi cara untuk populer. Tapi jika kamu berbaik-baik dengan orang lain hanya agar populer, berarti kamu bertindak bukan karena menghormati hukum moral. Kamu mungkin bertindak sesuai dengan hukum moral-dan itu sudah cukup baik-tapi jika itu kamu maksudkan untuk menjadi tindakan moral, kamu harus menyalahkan dirimu sendiri. Hanya jika kamu melakukan sesuatu murni karena kewajibanlah, tindakanmu dapat dikatakan sebagai tindakan moral. Oleh karena itu, etika Kant kadang-kadang disebut etika kewajiban.
Kamu dapat merasakan bahwa kamu berkewajiban mengumpulkan uang bagi perang merah atau bazar amal, dan yang penting, kamu melakukannya sebab kamu tahu itu benar. Bahkan jika uang yang kamu kumpulkan hilang di jalan, atau jumlahnya tidak memadai untuk memberi makan semua orang seperti yang diniatkan semula, kamu sudah mematuhi hukum moral. Kamubertindak karena dorongan niat baik, dan menurut Kant, niat baik inilah yang akan menentukan apakah tindakan itu secara moral benar, bukan akibat dari tindakan itu. Etika Kant karenanya juga disebut etika niat baik.
Mengapa begitu penting baginya untuk mengetahui dengan tepat kapan seseorang bertindak karena dia menghormati hukum moral? Tentunya hal yang terpenting adalah bahwa kita sungguh-sungguh menolong orang lain. Tapi hanya jika kita tahu dalam diri sendiri bahwa kita bertindak karena menghormati hukum moral lah, kita akan bertindak dengan bebas.
Kita bisa bertindak bebas hanya jika kita mematuhi hukum? Bukankah itu agak aneh? Tetapi tidak menurut kant. Kamu mungkin ingat bahwa dia harus 'menganggap' atau 'mendalilkan' bahwa manusia mempunyai kehendak bebas. Ini adalah soal penting, sebab Kant juga mengatakan bahwa segala sesuatu itu mematuhi hukum kausalitas. Jadi, Bagaimana mungkin kita mempunyai kehendak bebas?
Dalam soal ini, Kant membagi manusia menjadi dua bagian dengan cara yang tidak berbeda dengan cara Descartes menyatakan bahwa manusia adalah 'makhluk ganda', yaitu yang mempunyai badan dan pikiran. Sebagai makhluk material, kita seluruhnya dan sepenuhnya bergantung pada hukum kausalitas yang tak terpatahkan, kata Kant. Kita tidak memutuskan apa yang kita lihat- penglihatan mendatangi kita karena adanya tuntutan dan mempengaruhi kita apakah kita menyukainya atau tidak. Tapi kita bukan semata-mata makhluk material- kita juga makhluk berakal.
Sebagai makhluk material, kita sepenuhnya milik dunia alam. Oleh karena itu, kita tunduk pada hubungan kausal. Jadi, kita tidak mempunyai kehendak bebas. Tapi sebagai makhluk rasional kita punya peranan di dalam apa yang disebut Kant das Ding an sich—yaitu, dunia sebagaimana yang ada dalam dirinya sendiri, lepas dari kesan-kesan indra kita. Hanya jika kita mengikuti 'akal praktis' kitalah—yang memungkinkan kita untuk menentukan pilihan-pilihan moral—kita menjalankan kehendak bebas kita, sebab jika kita mematuhi hukum moral yang kita patuhi itu.
Ya, sedikit banyak itu benar. Kamulah,  atau sesuatu dalam dirimu yang menyuruhku agar tidak berlaku kejam pada orang lain. Jadi ketika kamu memilih untuk tidak berlaku kejam—bahkan jika itu bertentangan dengan kepentingan pribadi mu sendiri—itu berarti kamu bertindak bebas.
Kita tidak benar-benar bebas atau mandiri jika kita hanya melakukan apapun yang kita inginkan kalau begitu? Orang dapat menjadi budak dari segala macam hal. Orang bahkan bisa menjadi budak dari egoisme nya sendiri. Kemandirianlah dan kebebasan itulah tepatnya yang kita butuhkan untuk bangkit mengatasi nafsu dan kejahatan.
Bagaimana dwngan binatang? Kita kira mereka hanya mengikuti kesenangan dan kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai kebebasan untuk mematuhi hukum moral, bukan?
Tidak, itulah bedanya antara binatang dan manusia. Dan akhirnya, kita mungkin dapat mengatakan bahwa akan berhasil menunjukkan jalan keluar dari kebuntuan yang dihadapi filsafat dalam pertarungan antara rasionalisme dan empirisne. Oleh karena itu, bersama Kant, suatu era dalam sejarah filsafat berakhir. Dia meninggal pada 1804, ketika masa budaya yang kita namakan romantisme mulai bangkit. Salah satu perkataan yang paling banyak dikutip telah dipahatkan pada pusarannya di Konigsberg: 'Dua  hal memenuhi pikiranku dengan keheranan dan ketakjuban yang semakin besar, semakin sering dan semakin kuat aku merenungkannya: langit berbintang di atasku dan hukum moral di dalam diriku.’



 END untuk Imanuel Kant
sumber: Novel dunia sophie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar