Senin, 14 November 2016

Imanuel Kant dan moralnya bagian 1

Suatu hari...                                                                          
Kali ini aku akan menceritakan tentang orang lain. Aku akan bercerita tentang siapa itu Imanuel Kant, dan apa yang beliau pikirkan tentang filsafat. Ayo..
“Immanuel Kant  dilahirkan pada 1724 di sebuah kota di Prusia Timur bernama Konisberg, putra seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal disana praktis sepanjang hidupnya hingga dia meninggal pada umur delapan puluh tahun. Keluarganya sangat saleh,

 dan keyakinan agamanya sendiri menjadi latar belakang penting bagi filosofinya. Seperti Berkeley, dia merasa sangatlah penting untuk melestarikan dasar-dasar kepercayaan Kristiani.
Kant adalah filosof pertama yang sejauh ini kita ketahui pernah mengajarkan filsafat diuniversitas. Dan dialah profesor dalam bidang filsafat. Tpi penting untuk dicatat bahwa Kant mempunyai landasan kuat dalam tradisi filsafat masa lalu. Dia akrab dengan rasionalismenya Descrater dan Spinoza serta empirisnya Locke, Berkeley, dan Hume.
Ingatlah bahwa kamum rasionalis percaya bahwa dasar dari seluruh pengetahuan manusia ada didalam pikiran. Dan bahwa kaum empiris percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indra. Lagi pula, Hume telah mengemukakan bahwa ada batasan-batasan jelas tentang kesimpulan-kesimpulan mana yang dapat kita ambil melalui persepsi indra kita.
Dan siapa yang disetujui Kant? Dia beranggapan bahwa kedua pandangan itu sama-sama benar separuhnya, tapi juga sama-sama salah separuh. Pertanyaan yang dipikirkan oleh setiap orang adalah apa yang dapat kita ketahui tentang dunia. Proyek filsafat ini telah menyibukkan semua filosof sejak Descrates. Dan kemungkinan utama dikemukakan: dubia itu persis seperti kita lihat, atau dunia itu seperti yang tampak dalam pikiran kita.
Dan apa sesungguhnya pendapat Kant? Kant berpendapat bahwa baik ‘indra’ maupun akal sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi kita mengenai dunia. Tapi dia beranggapan bahwa kum rasionalis melangkah terlalu jauh dalam pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal dapat memberikan sumbangan, dan dia juga beranggapan bahwa kaum empiris memberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman indra.
Dalam titik tolaknya, Kant setuju dengan Hume dan kaum empiris bahwa seluruh pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita. Tapi—dan disinilah Kant mengulurkan tangannya kepada kaum rasionalis—dalam akal kita juga terdapat faktor-faktor pasti yang menentukan bagaimana kita memandang dunia disekitar kita. Dengan kata lain, ada kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran manusia ynag ikut menentukan konsepsi kita tentang dunia.
Contohnya? Mari kita lakukan sebuah percobaan kecil. Coba pakailah kacamata berlensa warna, disini kita misalkan kacamata dengan lensa warna merah. Apa yang kamu lihat? Yang akan kamu lihat adalah pemandangan semuanya akan sama seperti sebelum kamu memakai kacamata, dengan semuanya berwarna merah.
Iti karena kacamata tersebut membatasi cara kamu memandang realitas. Segala sesuatu yang kamu lihat adalah bagian dunia disekelilingmu, tapi bagaimana kamu melihatnya ditentukan oleh kacamata yang kamu pakai. Jadi kamu tidak dapat mengatakan bahwa dunia itu merah meskipun kamu melihatnya demikian.
Dan, itulah tepatnya yang dimaksudkan oleh Kant ketika dia mengatakan bahwa kondisi-kondisi tertentu mengatur cara kerja pikiran dan memengaruhi cara memandang kita.
Kondisi macam apa? Apapun yang kita lihat pertama-tama dan terutama akan dianggap sebagai fenomena dalam ‘waktu’ dan ‘ruang’ itu dua ‘bentuk intuisi’ kita. Dan dia menekankan bahwa kedua ‘bentuk’ ini dalam pikiran kita mendahului setiap pengalaman. Dengan kata lain, kita dapat mengetahui sebelum kita mengalami sesuatu bahwa kita akan menganggapnya sebagai fenomena dalam waktu dan ruang. Sebab kita tidak dapat melepaskan ‘kaca mata’ akal.
Jadi dia beranggapan bahwa memandang segala sesuatu dalam waktu dan ruang itu bawaan lahir? Ya, sedikit banyak. Apa yang kita lihat mungkin bergantung pada apakah kita dibesarkan di India atau di Greendland, tapi apa pun kita, kita memandang duia sebagai serangkaian proses dalam waktu dan ruang. Ini dapat kita ketahui sebelum mengalaminya.
Tapi bukankah waktu dan ruang itu ada sebelum diri kita sendiri? Tidak. Kant berpendapat bahwa waktu dan ruang termasuk pada kondisi manusia. Waktu dan ruang pertama-tama dan terutama adalah cara pandang dan bukan atribut dunia fisik. Itu adalah cara yang benar-benar baru dalam memandang segala sesuatu.
Sebab pikiran manusia bukanlah ‘lilin pasif’ yang hanya menerima sensasi dari luar. Pikiran meninggalkan jejaknya pada cara kita memahami dunia. Kamu dapat membandingkannya dengan apa yang terjadi ketika kamu menuangkan air ke dalam sebuah kendi air. Bentuk air mengikuti bentuk kendi tersebut. Begitu pula cara persepsi kita menyesuaikan diri dengan ‘bentuk-bentuk intuisi kita’.
Kant menyatakan bahwa bukan hanya pikiran yang menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Segala sesuatu itu sendiri menyesuaikan diri dengan pikiran. Kant menyebut ini Revolusi Corpenicus dalam masalah pengetahuan manusia. Dengan itu yang dimaksudkannya adalah bahwa itu sama baru dan sama berbedanya dari pemikiran sebelumnya seperti ketika Copernicus menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya.
Jadi, Kant dapat menyatakan bahwa kaum rasionalis maupun kaum empiris sama-sama benar sampai titik tertentu. Kaum rasionalis hampir melupakan makna penting pengalaman, dan kaum empiris telah menutup mata mereka terhadap pengaruh pikiran terhadap cara kita memandang dunia.
Dan bahkan hukum kausalitas—yang diyakini Hume tidak mungkin dialami manusia—termasuk dalam pikiran. Kamu ingat bagaimana Hume menyatakan bahwa kebiasaan sejalah yang membuat kita melihat adanya hubungan kausal di balik semua proses ilmiah. Menurut Hume,  kita tidak dapat menganggap bola billiard hitam sebagai penyebab bergeraknya bola putih.  Oleh karena itu, kita tidak dapat membuktikan bahwa bola billiard hitam akan selalu menggerakkan bola putih.
Tapi justru hal yang dikatakan Hume tidak dapat kita buktikan adalah yang dianggap oleh Kant sebagai atribut akal manusia. Hukum kausalitas itu kekal dan mutlak sebab akal manusia menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai masalah sebab dan akibat. Sekali lagi, aku mestinya beranggapan bahwa hukum kausalitas ada pada dunia fisik itu sendiri, bukan di dalam pikiran kita.
Filsafat Kant menyatakan bahwa itu melekat pada diri kita. Dia setuju dengan Hume bahwa kita tidak dapat mengetahui secara pasti seperti apa dunia 'itu sendiri'. Kita hanya dapat mengetahui bahwa dunia itu seperti yang tampak 'bagi ku' –atau bagi semua orang.  sumbangan terbesar yang diberikan Kant kepada filsafat adalah garis pembatas yang ditariknya antara benda-benda itu sendiri –das Ding an sich— dan benda-benda sebagaimana yang tampak di mata kita.
Kant mengemukakan perbedaan jelas antara 'benda itu sendiri' dan 'benda itu bagiku'. Kita tidak pernah dapat mempunyai pengetahuan tentang benda-benda 'itu sendiri'. Kita hanya dapat mengetahui bagaimana benda-benda itu 'tampak' bagi kita. Sebaliknya, sebelum terjadinya pengalaman apa pun, kita dapat mengatakan sesuatu tentang bagaimana benda benda itu akan ditangkap oleh pikiran manusia.


Wahh bersambung nih ka ^^

Masih penasaran? Klik ini ya ka :D
yang gg sabar ke end nya klik ini ya ka
sumber: Novel dunia sophie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar