Senin, 14 November 2016

Imanuel Kant dan moralnya bagian 2

Suatu hari aku membaca buku kurikulum ya meski gg terlalu niat sih. Tapi tetep aku baca hihihi.
penasaran sama yang kemarin. Ini nih lanjutan yang ka ... mau baca yang sebelumnya juga ka?, klik ini ya.


Sebelum kamu pergi keluar pada pagi hari, kamu tidak dapat mengetahui apa yang akan kamu lihat atau kamu alami sepanjang hari itu. Tapi kamu dapat mengetahui bahwa apa yang kamu lihat dan yang kamu alami akan dianggap sebagai yang terjadi di dalam waktu dan ruang. Lagi pula kamu dapat merasa yakin bahwa hukum sebab akibat akan berlaku sebab kamu membawanya dalam dirimu sebagai bagian dari kesadaranmu.



Mestinya kita dapat dibuat dengan cara yang berbeda. Mestinya kita dapat memiliki perangkat indra yang berbeda dan kita mestinya mempunyai indra yang berbeda mengenai waktu dan perasaan yang berbeda mengenai ruang. Kita mestinya dapat diciptakan dengan cara sedemikian rupa sehingga kita tidak perlu kesana kemari mencari penyebab dari segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita.
Bagaimana maksudnya? Bayangkan ada seekor kucing yang berbaring di atas lantai di ruang duduk. sebuah bola menggelinding masuk ke dalam ruangan itu. Apa yang dilakukan kucing itu?
Kucing itu akan berlari mengejar bola, bukan? Baiklah, sekarang bayangkan kamu sedang duduk di ruangan yang sama jika kamu tiba-tiba melihat sebuah bola menggelinding masuk kedalam, apakah kamu juga akan berlari mengejarnya?
Jawaban umumnya, pertama-tama kamu akan berputar untuk melihat dari mana asal bola itu. Ya,  karena kamu seorang manusia, mau tak mau kamu akan menjadi penyebab dari semua kejadian sebab hukum kausalitas merupakan bagian dari dirimu, begitu kata Kant.
 Hume membuktikan bahwa kita tidak dapat melihat atau membuktikan hukum alam. Itu membuat Kant khawatir.  Tapi dia percaya, dia dapat membuktikan keabsahan mutlak hukum alam itu dengan membuktikan bahwa dalam kenyataannya, kita sedang membicarakan hukum kesadaran manusia.
 Apakah seorang anak juga akan berputar untuk melihat dari mana asal bola itu? Mungkin tidak. Tapi Kant  mengemukakan bahwa akal seorang anak belum sepenuhnya berkembang hingga dia mempunyai materi indriawi, untuk bekerja.  Sama sekali tidak masuk akal membicarakan pikiran kosong.
Jadi sekarang, marilah kita mengemukakannya secara ringkas. Menurut Kant,  ada dua unsur yang memberikan sumbangan pada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang  satu adalah kondisi-kondisi lahiriyah yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya melalui Indra. Kita menyebutnya ini materi pengetahuan.  Yang satu lagi adalah kondisi-kondisi batiniah dalam diri manusia sendiri—seperti persepsi tentang peristiwa-peristiwa sebagai yang terjadi dalam waktu dan ruang dan sebagai proses-proses yang sejalan dengan hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Kita dapat menyebut ini bentuk pengetahuan. Kant percaya bahwa pada batasan-batasan jelas apa yang dapat kita ketahui. Kamu mungkin dapat mengatakan bahwa 'kacamata' pikiran itulah yang menetapkan batasan-batasan ini. Dengan cara bagaimana? Kamu ingat bahwa para filosof sebelum Kant telah membicarakan berbagai pertanyaan yang benar-benar 'besar'- misalnya,  apakah manusia mempunyai jiwa kekal, apakah ada satu Tuhan, apakah alam terdiri dari partikel-partikel sangat kecil yang tak dapat dibagi-bagi lagi,  dan apakah Alam Raya itu terbatas atau tidak. Kant percaya bahwa tidak ada pengetahuan tertentu yang dapat diperoleh menyangkut pertanyaan-pertanyaan ini. Bukan karena dia menolak jenis argumen ini. Justru sebaliknya. Jika dia hanya mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan ini, mustahil dia disebut sebagai filosof.
Apa yang telah dilakukannya? Sabarlah, dalam pertanyaan-pertanyaan filosof sebesar itu, Kant percaya bahwa akal bekerja di luar batasan dari apa yang dapat kita pahami sebagai manusia. Pada saat yang sama, di dalam malam kita ada suatu keinginan mendasar untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama ini. Tapi jika, misalnya, kita bertanya apakah Alam Raya itu terbatas atau tidak, kita menanyakan suatu totalitas yang kita sendiri merupakan bagian yang sangat kecil darinya. Oleh karena itu, kita tidak pernah dapat mengenal totalitas ini.
Mengapa tidak? Ketika Kamu memakai kacamata merah itu, kita membuktikan bahwa menurut kan ada dua unsur yang memberikan sumbangan pada pengetahuan kita tentang dunia yakni persepsi indra dan akal. Materi pengetahuan kita datang melalui indra, tapi materi ini harus sesuai dengan sifat-sifat akal. Misalnya, salah satu sifat akal adalah mencari penyebab suatu kejadian. Seperti bola yang menggelinding melintasi lantai. Jika kamu suka. Tapi, ketika kita bertanya-tanya dari mana datangnya dunia—dan kemudian membicarakan jawaban-jawaban yang mungkin—dalam satu pengertian akal itu 'terpegang'. Sebab, Iya tidak mempunyai materi indrawi untuk diproses, tidak ada pengalaman untuk dimanfaatkan, karena kita tidak pernah mengalami keseluruhan dari realitas besar dimana kita merupakan bagian sangat kecil darinya. Kita—kurang lebih—adalah bagian yang sangat kecil dari bola yang menggelinding di lantai. Jadi,  kita tidak dapat mengetahui dari mana ia datang. Tapi akan selalu menjadi watak dari akal manusia untuk menanyakan dari mana bola itu berasal. Itulah sebabnya Mengapa kita bertanya dan terus bertanya, Kita berusaha sekuat tenaga untuk menemukan jawaban-jawaban bagi seluruh pertanyaan yang paling mendalam. Tapi kita tidak pernah menemukan apapun yang dapat dijadikan pegangan, kita tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan, sebab akal itu tidak bisa membidik sasaran.
Dalam pertanyaan-pertanyaan berat seperti hakikat realitas, Kant membuktikan bahwa selalu ada dua sudut pandang yang bertentangan yang sama-sama mungkin dan tidak mungkin, bergantung pada apa yang dikatakan oleh akal kita. Adalah benar jika dikatakan bahwa dunia pasti ada awalnya dalam waktu, dan benar pula jika dikatakan bahwa awal semacam itu tidak ada. Akal tidak dapat memastikan keduanya. Kita dapat mengatakan bahwa dunia itu selalu ada, tapi mungkinkah sesuatu itu selalu ada jika tidak pernah pada awalnya? Jadi sekarang, kita dipaksa untuk menerima pendapat sebaliknya.
Kita katakan bahwa dunia Itu pasti di mulai di suatu waktu—dan ia pasti dimulai dari ketiadaan, kecuali jika kita tidak ingin membicarakan perubahan dari satu keadaan menjadi keadaan lain. Tapi mungkinkah sesuatu itu muncul dari ketiadaan? Tidak, kedua kemungkinan itu sama-sama bermasalah. Tapi, tampaknya salah satu dari keduanya pasti benar dan yang lain salah. Kita mungkin ingat bahwa Democritus dan kaum materialis mengatakan bahwa alam pasti terdiri dari bagian-bagian kecil yang membentuk segala sesuatu. Yang lainnya, seperti Descrates, percaya bahwa pasti selalu mungkin untuk membagi realitas yang diperluas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Tapi, mana diantara keduanya yang benar?
Lebih jauh, banyak filosof menganggap kebebasan sebagai salah satu nilai manusia yang paling penting. Pada saat yang sama, kita temukan para filosof seperti kaum Stoik, misalnya, dan Spinoza, yang mengatakan bahwa segala sesuatu terjadi karena tuntutan hukum alam. Ini adalah kasus lain dimana akal manusia tidak mampu membuat penilaian tertentu, menurut Kant. Kedua pandangan itu sama-sama masuk akal dan juga tidak masuk akal. Akhirnya, kita akan gagal jika kita berusaha untuk membuktikan keberadaan Tuhan dengan bantuan akal. Disini kaum rasionalis, seperti Descrates, berusaha untuk membuktikan bahwa pasti ada satu Tuhan semata-mata karena kita mempunyai gagasan tentang adanya 'zat yang tertinggi'. Yang lain-lainnya, seperti Aristoteles dan Thomas Aquinas, memutuskan bahwa pasti ada satu Tuhan karena Segala sesuatu pasti ada penyebab pertamanya.
Bagaimana menurut pendapat Kant? Dia  menolak kedua bukti tentang keberadaan Tuhan ini. Akal maupun pengalaman tidak dapat dianggap sebagai untuk dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Sepanjang menyangkut akal adalah mungkin dan juga tidak mungkin bahwa Tuhan itu ada. Tapi,  kita memulai dengan mengatakan bahwa Kant ingin melestarikan dasar bagi Iman Kristiani. Ya, dia membuka suatu dimensi keagamaan. Disanalah, di mana akal maupun pengalaman tidak ada dan terjadinya kekosongan yang dapat diisi oleh iman. Nah, perlu dicatat bahwa kan adalah seorang Protestan. Sejak masa reformasi, ajaran Protestan selalu dicirikan oleh tekanannya pada iman. Gereja Khatolik, sebaliknya sejak awal abad pertengahan lebih mempercayai akal sebagai pilar keimanan.
Namun, Kant melangkah lebih jauh dari sekedar menetapkan bahwa pertanyaan-pertanyaan berat ini harus diserahkan kepada Iman masing-masing individu. Dia percaya adalah penting bagi moralitas untuk syarat kan bahwa manusia itu mempunyai jiwa abadi, bahkan Tuhan itu ada, dan bahwa manusia mempunyai kehendak bebas. Jadi dia melakukan hal yang sama seperti Descartes. Pertama-tama dia bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang dapat kita pahami dan kemudian dia menyeludupkan Tuhan melalui pintu belakang. Tapi tidak seperti Descartes, dia terutama menekankan bahwa buka nakal yang membawanya sampai ke titik ini melainkan iman. Dia sendiri menyebutkan iman kepada jiwa Abadi kepada keberadaan Tuhan dan kepada kehendak bebas manusia sebagai dalil-dalil praktis.
Yang berarti mendalilkan sesuatu berarti menerima sesuatu yang tidak dapat dibuktikan. Dengan ‘dalil praktis’, yang dimaksudkan Kant adalah sesuatu yang harus diterima ‘demi praksis’ atau praktik; itu berarti, bagi moralitas manusia. ‘Menerima keberadaan Tuhan adalah suatu tuntutan moral’, katanya.



Bersambung ^^


Klik ini ya untuk cerita selanjutnya ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar