Kamis, 08 Desember 2016

Perbedaan: Mengajar dan Belajar menurut Thomas Aquinas

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Perenialisme mengikuti pemikiran pendidikan para tokoh terdahulu seperti Plato, Aristoteles, dan juga Thomas Aquinas.

 Khusus Aquinas, filsafat pendidikannya memberikan beberapa perbedaan yang berguna dan kebermutuan makna pendidikan, yaitu tidak terlepas dari premis-premis teologi. Pendidik Amerika sering gagal membedakan dengan tepat antara pendidikan informal yang mengaitkan pembentukan pribadi yang lengkap, dan pendidikan formal yang dilakukan dengan pengajaran yang disengaja dalam konteks sekolah. Teori pendidikan Thomistik dengan jelas mendefinisikan perbedaan di antara pendidikan dan persekolahan.
Pendidikan, atau educatio, didefinisikan sebagai pembentukan umum kepribadian seseorang. Pada kasus anak, pendidikan mengarah kepada membesarkan dan mendidik secara total anak. Pendidikan, merupakan proses total perkembangan manusia, mencakup lebih dari pengajaran formal, yang mengambil tekanan pendidikan informal sama baiknya dengan pendidikan formal, karya sekolah harus dipertimbangkan dalam hubungan untuk pengembangan kepribadian total.
Di sekolah, pengajaran disengaja atau untuk latihan disiplin keilmuan, karena ketika seorang guru mengajar sesuatu untuk seorang siswa. Keberhasilan atau kegagalan dari pengajaran yang disengaja tergantung hubungannya pada pembentukan kepribadian utuh yang mengambil tempat di luar sekolah.
Dalam kontek Thomisme, guru adalah seseorang yang memiliki pengetahuan atau beberapa keterampilan dan melalui pengajaran mentransmisikan kepada pembelajar. Pengajaran adalah proses sangat verbal dimana guru secara hati-hati memilih kata-kata yang tepat dan phrase untuk menggambarkan prinsip-prinsip atau menunjukkan keterampilan yang pembelajar mesti dapatkan. Seorang siswa harus aktif dalam kegiatan belajar-mengajar karena siswa memiliki potensi untuk mencapai intelektual dan pengetahuan yang tepat. Bahasa guru adalah rangsangan (stimulus) yang memberi motivasi dan menjelaskan sehingga murid dapat melatih inteleknya.
Guru menurut pandangan Aquinas (via Gutek, 1974:58) harus menjadi komunikator yang terampil, seorang retorika yang halus budi. Untuk dapat berkomunikasi yang efektif, seorang guru harus memilih kata-kata yang benar, menggunakan gaya berbicara yang pantas, dan menyeleksi contoh dan analogi yang tepat. Oleh karena guru merupakan seorang komunikator yang terampil, sehingga guru harus juga memperhatikan bahwa pengajaran tidak dapat diberikan ke dalam verbalisme, omong kosong atau mengajarkan kata-kata yang tanpa makna kepada pengalaman siswa. Pengajaran harus selalu dimulai dengan apa yang anak-anak siap memiliki dan harus mengarah kepada sesuatu yang baru. Mengajar meliputi menstruktur dan mengorganisasi materi dengan hati-hati untuk diajarkan.
Aquinas melihat mengajar sebagai sebuah keterampilan (pekerjaan), sebuah sebutan untuk melayani umat manusia. Oleh karena hasratnya untuk melayani, guru yang baik dimotivasi oleh cinta kebenaran, cinta kemanusiaan, dan cinta Tuhan. Tidak mirip emosionalisme seperti pendidikan naturalis klasik sebagaimana Rousseau dan Pestalozzi yang juga mengajarkan doktrin cinta. Guruguru thomistik menghargai pengembangan rasionalitas. Sebagaimana kebenaran Aristoteles, penganut Thomas menekankan bahwa keaslian cinta datang dari pengetahuan dan didasarkan pada penalaran. Oleh karena itu, mengajar tidak membolehkan jatuh kedalam hubungan emosi pribadi. Akan tetapi tentang pengetahuan, tentang kebenaran, yang ditranmisikan menjadi pengetahuan yang pantas oleh diterima oleh seorang pembelajar.
Pada konsep guru menurut thomistik, seni mengajar jarang memadukan kehidupan yang kontemplatif dan aktif. Karena kontemplatif, seorang guru harus menyediakan waktu untuk penelitian dan penemuan. Untuk mengetahui materi pelajarannya diperoleh melalui teologi, matematik, atau ilmu. Penelitian mengambil tempat di ruang sepi atau di perpustakaan. Seorang guru juga pribadi yang aktif terlibat dengan murid dan mengkomunikasikan pengetahuan dengan muridnya.

*****************************************
Sumber:
Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar