Selasa, 06 Desember 2016

Peranan Filsafat Ilmu dalam Penjelajahan IPTEK dan Seni

Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya. 

Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu, teknologi, dan seni berlangsung secara mengesankan.
Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu, teknologi, dan seni dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini. Namun, di balik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan dan krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia karena manusia telah memperlakukan dan mengeksploitasinya tanpa memerhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali. Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu, teknologi dan seni yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Apabila kita mengacu kepada pemikiran Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1962) bahwa perkembangan filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang ini sedang dan telah mengalami pergeseran dari paradigma positivismeempirik yang dianggap telah mengalami titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan, menuju paradigma baru ke arah post-positivisme yang lebih etis. Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan oleh John M.W. Venhaar (1999) bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud akhir-akhir ini, perubahan yang sering disebut purna-modern, meliputi persoalan-persoalan: (1) antihumanisme, (2) dekonstruksi, dan (3) fragmentasi identitas. Ketiga unsur ini memuat tentang berbagai problem yang berhubungan dengan fungsi sosial cendekiawan dan pentingnya paradigma kultural, terutama dalam karya intelektual untuk memahami identitas manusia.
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni adalah semua yang diketahui manusia sebagai pengetahuan yang teruji secara ilmiah menjadi ilmu. Kemampuan berpikir itu ditransformasikan ke bentuk lambang untuk dikomunikasikan sebagai simbol/formula tertentu. Teknologi dan seni adalah ilmu tentang cara/ aplikasi dan implikasi sains untuk pemanfaatan alam bagi kesejahteraan manusia sebagai animal symbolicum.
Berdasarkan pada hakikat ilmu tentang perlunya kewawasan perkembangan keilmuan bagi kemaslahatan manusia, berorientasi pada tiga klasifikasi yaitu sebagai produk, sebagai proses, dan paradigma etika yang secara akumulatif menimbulkan fenomena bagi umat pada dewasa ini. Kehadiran akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dapt membantu untuk mempermudah pemahaman mema’rifati adanya kekuasaan diatas segala-galanya bagi insan sebagai pelaksan kekhalifahan.

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni adalah semua yang diketahui manusia sebagai pengetahuan yang teruji secara ilmiah menjadi ilmu sehingga manusia disebut sebagai homo sapiens. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam kurun perkembangannya sangat didambakan lantaran besarnya manfaat yang diperoleh dari manusia dari padanya. Namun demikian, sering dirasa dampak ilmu, teknologi, dan seni yang kadang merusak atau melunturkan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi. Kebudayaan modern yang bercirikan dominasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang mampu menciptakan krisis identitas diri yang mengkhawatirkan, yang cenderung merasakan alienasi budaya di masyarakatnya sendiri. Krisis identitas artinya, kehilangan konsep jati diri karena masuknya peradaban di luar dirinya yang membawa perubahan tata nilai normatif ke arah perubahan subjektif. 

________++++++++++++++++____________++++++++++++__________
Sumber:
Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar