Kamis, 08 Desember 2016

Pandangan Progresivisme terhadap Kurikulum dan Metode

Kurikulum bersifat fleksibel, tidak kaku, bisa diubah sesuai dg kehendak zaman, terbuka dan tidak terikat oleh doktrin tertentu sehingga dapat dievaluasi dan direvisi sesuai kebutuhan. Kurikulum lebih difokuskan pada proses daripada isi. 

Kurikulum dipusatkan pada pengalaman manusia. Pengalaman diperoleh karena manusia terus belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Mata pelajaran tidak terpisah melainkan harus terintegrasi dalam satu kesatuan dengan tipe Core curriculum. Mata pelajaran yang terintegrasi akan menjadi aspek kognitif, afektif dan psikomotor sehingga anak akan dapat berkembang dengan baik. Praktik belajar di laboratorium, bengkel, kebun, lapangan merupakan kegiatan belajar yang dianjurkan sesuai dengan prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing).
Metode belajar yang diutamakan adalah problem solving dengan langkahlangkah seperti metode ilmiah. Lima langkah proses pemikiran reflektif sebagaimana berikut.
1)      Ada masalah.
2)      Diagnosa situasi: upaya mengidentifikasi masalah (apa masalahnya?)
3)      Pikirkan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah (apa rumusan hipotesisnya?)
4)      Pikirkan solusi yang dipandang paling tepat dan akibat-akibatnya.
5)      Pengujian hipotesis yang dipilih (hipotesis yang masuk akal). Jika hipotesis berjalan baik, maka diperoleh kebenaran yang dicari.
Jika hipotesis gagal, maka dicari terus kebenaran sampai diperoleh dengan menguji hipotesis lain (kembali ke tahap 4).
Peserta didik diberi kebebasan memilih dalam pengalaman belajar yang akan sangat bermakna bagi dirinya. Kelas dipandang sebagai laboratorium ilmiah, di sinilah ide-ide diverifikasi. Selain di dalam sekolah (kelas), studi lapangan juga sangat bermanfaat karena peserta didik mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi langsung dalam interaksi dengan lingkungan, dan dapat memotivasi mereka (membangunkan minat intrinsik) dalam belajar.
Metode pengalaman ini tidak menolak buku, perpustakaan, museum dan pusat pengetahuan lainnya. Kalau seseorang membangun pengetahuan yang bermakna didasarkan pada pengalaman, ia akan mampu menyusun pengetahuannya melalui pendekatan tidak langsung dan logis. Anak bergerak bertahap dari belajar berdasar pengalaman langsung ke metode belajar tidak langsung mengalami (Gutek, 1988: 85). 


*****************************************
Sumber:

Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar