Kamis, 08 Desember 2016

Pandangan Essensialisme tentang Kurikulum

Kegiatan dalam pendidikan harus disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Kegiatan anak didik tidak dikekang asalkan sejalan dengan fundamen yang telah ditentukan.

Kurikulum seperti balok-balok yang disusun teratur dari yang paling sederhana ke yang kompleks seperti susunan alam semesta. Kurikulum tidak terpisah satu sama lain dan diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian berikut ini.
1)   Universum: pengetahuan tentang kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lainlain. Basisnya adalah ilmu alam.
2)   Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarakat. Dengan sivilisasi, manusia dapat mengawasi lingkungannya, memenuhi kebutuhannya dan hidup aman sejahtera.
3)   Kebudayaan: Karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilai mengenai lingkungan.
4)   Kepribadian: untuk membentuk kepribadian peserta didik yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Faktor fisik, emosi, intelektual sebagai keseluruhan dapat berkembang harmonis dan organis sesuai dengan konsep manusia ideal.
Secara umum kurikulum yang dianjurkan oleh para esensialis sebagai berikut.
1)      Kurikulum dasar yang seharusnya menitikberatkan pada keterampilan dasar yang memberikan konstribusi pada peningkatan melek huruf,
2)      Kurikulum menengah yang seharusnya terdiri dari pelajaran dasar termasuksejarah, matematika, sains, sastra, dan bahasa,
3)      Disiplin tinggi yang merupakan pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi sekolah dimana proses pembelajaran terjadi,
4)      Menghargai pemegang kekuasaan yang sah baik di sekolah maupun di masyarakat, sebuah tindakan yang bernilai yang harus ditanamkan dalam diri siswa, dan
5)      Belajar keterampilan merupakan pelajaran yang membutuhkan ketuntasan (Gutek, 1974: 87).
Salah seorang tokoh esensialis dari Amerika Serikat adalah Robert Ulich. Ia mengatakan bahwa kurikulum dapat saja fleksibel, tetapi tidak untuk pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Oleh karena itu, perlu perencanaan kurikulum dengan seksama. Sementara Butler mengatakan bahwa anak perlu dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci (Injil), sedangkan Demihkevich mengatakan bahwa kurikulum harus berisikan moralitas yang tinggi (Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 89).


*****************************************
Sumber:

Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar