Kamis, 08 Desember 2016

Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan dan Belajar.

           a.       Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan
Kaum esensialis yakin ada beberapa keahlian yang memberikan kontribusi terhadap kebaikan manusia, di antaranya membaca, menulis, dan berhitung, serta tindakan sosial yang rasional. 

Kompetensi tersebut merupakan elemen yang sangat baik dan dibutuhkan dalam kurikulum pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Sementara pada jenjang pendidikan menengah kurikulum terdiri dari sejarah, matematika, sains, bahasa, dan sastra. Setelah menuntaskan pelajaran tersebut, maka siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial. Pendidikan merupakan persiapan bagi warga masyarakat yang beradab. Sementara itu, disiplin, keterampilan, seni dan sains memerlukan pengaturan yang tepat. Oleh karena itu, bagi esensialis diperlukan guru yang dewasa, memahamai pelajaran, dan mampu menstranformasikan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan kepada siswa.

b.       Pandangan tentang Belajar
Menurut idealisme, seseorang belajar pada taraf permulaan adalah untuk memahami aku-nya sendiri, dan sang aku ini terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif, bergerak dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.
Sepaham dengan filsafat realisme, kaum esensialis mengatakan bahwa belajar merupakan pengalaman yang tidak dapat dihalang-halangi, bahkan harus ada dalam diri setiap manusia. Belajar dimulai dari hal-hal yang sederhana meningkat terus sampai mencapai ke tingkatan yang rumit (tinggi). Belajar memerlukan ketekunan dan sistem yang terjalin erat satu sama lain sehingga diperoleh pengetahuan yang utuh dan sistemik. Belajar didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada dirinya sendiri sebagai substansi spiritual. Jiwa manusia membina dan menciptakan diri sendiri.
Robert L. Finney (via Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 88) mengatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang menerima apa saja yang telah tertentu dan diatur oleh alam. Belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial dari generasi ke generasi untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Dengan demikian ada dua determinasi dalam kehidupan, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
Determinasi mutlak bermakna bahwa belajar adalah suatu pengalaman manusia yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada. Dengan belajar, manusia membentuk dunia ini. Pengenalan ini memerlukan pula proses penyesuaian supaya tercipta suasana hidup yang harmonis.
 Determinasi terbatas berarti bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausal di dunia ini (sebab-akibat) yang tidak mungkin dapat dikuasai sepenuhnya oleh manusia, tetapi kemampuan pengawasan tetap diperlukan untuk dapat hidup dengan harmonis tersebut (Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997: 88).

*****************************************
Sumber:

Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar