Kamis, 08 Desember 2016

Nilai

Dalam pembahasan aksiologi, nilai menjadi fokus utama. Nilai dipahami sebagai pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika, etika, estetika (Salam 1997). 

Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika akan diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran, yaitu antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik. Adapun estetika akan mengupas tentang nilai keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya erat berkaitan dengan karya seni.
Menurut Wilardjo sebagaimana dikutip Djubaedi dikatakan bahwa kebenaran sebuah ilmu pengetahuan tidak pernah absolut, tetapi relatif tentatif dan sementara (Salam 1997). Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan hanya berlaku untuk masyarakat ilmiah seiring dengan perkembangan teori yang diakui kebenarannya pada masa sekarang, tidak selalu berlaku untuk masa yang akan datang. Sebuah teori bukanlah harga mati yang tidak boleh disanggah, justru demi kemajuan ilmu itu sendiri, ia harus mampu melahirkan ilmu yang baru.
Sebuah nilai bisa juga bersifat subjektif dan objektif akan sangat bergantung pada perasaan dan intelektualitas yang hasilnya akan mengarah pada perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Nilai akan subjektif bila subjek sangat berperan dalam segala hal. Sementara nilai objektif, jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai (Bahtiar 2004). Seorang ilmuwan diharapkan tidak mempunyai kecenderungan memiliki nilai subjektif, tetapi lebih pada nilai ‘objektif’ sebab nilai ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sosial. Nilai ini tidak semata-mata bergantung pada pendapat individu, tetapi lebih pada objektivitas fakta.
Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi pada sains dan teknologi. Berkat sains dan teknologi pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik di bidang kesehatan, transportasi, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi telah mempermudah kehidupan manusia. Sejak awal ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Selain itu, ilmu juga sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, di mana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi.
Menghadapi kenyataan ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Di mana batasnya? Ke arah mana ilmu akan berkembang? Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia.
Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.
Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya, golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisis keilmuan sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan.
Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial. Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Dengan ilmu seseorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan bergantung pada pemilik dalam menggunakannya. 


))))))))))))))))))))))))))))((((((((((((((((((((((((((((
Sumber:

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar