Senin, 05 Desember 2016

Landasan Epistemologis Pendidikan

Epistemologi adalah cabang filsafat yang disebut juga teori mengetahui dan pengetahuan. Epistemologi sangat penting bagi para pendidik. Akinpelu (1988: 11) mengatakan bahwa area kajian epistemologi ada relevansinya dengan pendidikan, khususnya untuk kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Pencarian akan pengetahuan dan kebenaran adalah tugas utama baik dalam bidang filsafat/epistemologi maupun pendidikan. 

Sebagaimana dinyatakan oleh Dewey, hanya saja antara epistemologi dan pendidikan terdapat perbedaan dalam hal prosesnya. Pendidikan sebagai proses memusatkan perhatiannya pada penanaman pengetahuan oleh guru dan perolehannya oleh peserta didik, sedangkan epistemologi menggali lebih dalam sampai pada akarnya pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam epistemologi seperti: Apa yang dimaksud dengan pengetahuan itu sendiri? Apa artinya mengetahui sesuatu? Apa sumber pengetahuan? bagaimana kita dapat mempertahankan pendapat bahwa kita mengetahui ketika kita mengklaim bahwa kita mengetahui? Apakah kita mengetahui dengan cara yang sama dalam semua mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum? Jika tidak, jenis pengetahuan apakah yang mungkin? Jenis pengetahuan mana yang sangat berharga bagi kita?
Guru-guru di dalam kelas memberikan berbagai jenis pengetahuan sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Akan baik bagi seorang guru mengetahui berbagai jenis pengetahuan yang diberikannya, apa sumber pengetahuan tersebut, dan bagaimana tingkat kepercayaan kita pada pengetahuan tersebut. Penting dan menjadi keharusan bagi guru untuk mengetahui jenis pengetahuan dalam disiplin ilmunya yang diberikan kepada murid-muridnya. Hal ini akan membantu guru untuk menyeleksi bahan ajar dan penekanannya pada materi tertentu dalam mengajar (Akinpelu, 1988: 12).
 Epistemologi membahas konsep dasar dan sangat umum dari proses mengetahui, sehingga erat kaitannya dengan metode pengajaran dan pembelajaran. Sebagai contoh, seorang yang berpaham idealisme berpegang pada keyakinan bahwa proses mengetahui atau proses kognitif sesungguhnya adalah proses memanggil kembali ide-ide yang telah ada dan bersifat laten dalam pikiran manusia. Metode pembelajaran yang tepat adalah dialog Socrates. Dengan metode ini, guru berusaha menstimulasi atau membawa ide-ide laten ke dalam kesadaran subjek didik dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada munculnya ide-ide tersebut dalam dialog.
Kaum realis berpandangan bahwa pengetahuan berasal dalam sensasi inderawi yang objeknya terdapat atau merupakan bagian dari lingkungan hidup manusia. Dari sensasi inilah kemudian muncul konsep-konsep dalam diri manusia. Melalui proses abstraksi data sensoris, seseorang membangun konsep yang berkesesuaian dengan objek-objek dalam kenyataan. Seorang guru dari paham realis yang mendasarkan metode pengajarannya pada formula abstraksi sensari inderawi dapat mengembangkan serangkaian metode demonstrasi kelas untuk menjelaskan fenomena alamiah kepada subjek didik.
Sebaliknya, bagi kaum pragmatis yang berpegang pada filsafat bahwa manusia dapat menciptakan pengetahuan dengan bertindak dan saling-tindak dengan lingkungannya dalam sebuah rangkaian episode pemecahan masalah (problem solving) sehingga metode pemecahan masalah dipandang sebagai metode yang memadai dalam pembelajaran menurut pandangan kaum pragmatis (Gutek, 1988: 3).
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Kneller (1971: 18-19) mengatakan bahwa dipandang dari sudut pandang guru, satu hal yang sangat jelas dan penting dalam kajian epistemologi adalah adanya jenis-jenis pengetahuan yang berbeda. Jenis-jenis pengetahuan tersebut adalah pengetahuan wahyu, pengetahuan intuitif (intuisi), pengetahuan rasional, pengetahuan empiris, pengetahuan otoritatif.
Pengetahuan wahyu adalah pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan kekuasaan-Nya Tuhan mengilhamkan orang-orang tertentu untuk menuliskan kebenaran yang diwahyukan kepadanya, sehingga kebenaran wahyu tersebut dapat diketahui oleh semua manusia. Bagi orang Kristen dan Yahudi, firman Tuhan terdapat dalam kitab Perjanjian, sedangkan bagi kaum Muslim, Al-Qur‟an menjadi kitab sucinya. Orang-orang Hindu memiliki kitab suci berupa Bhagui avad-Gita dan Upanishad. Oleh karena wahyu itu adalah firman Tuhan, maka benar selamanya. Jika tidak benar, maka dapat berarti Tuhan tidak benar-benar mengetahui sehingga tidak layak Ia disebut Tuhan.
Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang bersifat pribadi. Seseorang menemukan pengetahuan tersebut dari dalam dirinya sendiri berupa insight. Intuisi atau insight adalah pengetahuan yang tiba-tiba muncul dalam kesadaran berupa ide atau kesimpulan yang dihasilkan dari proses panjang bekerjanya pikiran bawah sadar. Seseorang merasa yakin akan intuisinya, karena tanpa sadar sebenarnya ia telah berpikir keras dalam waktu yang lama sehingga tertanam dalam pencarian panjang untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Intuisi muncul tiba-tiba sebagai hasil dari pencarian yang menyenangkan. Intuisi memberikan rasa kekuatan mental yang optimal. Intuisi adalah pengetahuan yang diakui dan diterima sebagai pengalaman pribadi atau berdasar pada kekuatan visi imajinatif seseorang yang mengusulkannya. Kebenaran yang termuat di dalam hasil karya seni adalah salah satu bentuk dari pengetahuan intuitif (Kneller, 1971: 20).
Pengetahuan rasional diperoleh dengan cara bekerjanya akal tanpa dibarengi dengan observasi terhadap kenyataan aktual. Dasar-dasar logika formal dan matematika murni adalah paradigma pengetahuan rasional. Kebenarannya dapat ditunjukkan dengan penalaran abstrak semata. Dasar-dasar pengetahuan rasional dapat diterapkan dalam pengalaman inderawi, tetapi tidak dapat dideduksikan darinya. Tidak seperti kebenaran intuitif, pengetahuan rasional bersifat valid secara universal dan tanpa memperhatikan perasaan subjek yang mengetahui. Walaupun demikian, ada perdebatan mengenai seberapa jauh sebenarnya pengetahuan rasional itu valid secara universal atau hanya sekedar terlihat valid? Semua orang pada dasarnya terikat secara kultural dan mungkin saja pengetahuan rasional itu hanya valid untuk orang-orang tertentu saja yaitu orang-orang yang menggunakan bahasa-bahasa di Eropa dan berpikir dengan kategori mental yang sesuai dengan kaidah bahasa-bahasa Eropa itu sendiri. Ada salah satu satu paham yang mengatakan bahwa dasar-dasar matematika murni bersumber dari intuisi dasar mengenai keberurutan (Kneller, 1971: 21).
Pengetahuan empiris adalah jenis pengetahuan yang sesuai dengan buktibukti inderawi. Dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan pengecapan, manusia membentuk pengetahuan mengenai dunia di sekitar kita. Dengan demikian, pengetahuan empiris terdiri dari ide-ide yang dibentuk dalam kesesuaiannya dengan fakta yang diamati atau diindera. Paradigma pengetahuan empiris adalah ilmu alam modern. Hipotesis ilmiah diuji melalui observasi atau melalui pengalaman untuk mencari apakah hipotesis yang dikemukakan terbukti sangat memuaskan bagi sederet fenomena tertentu. Walaupun demikian, sebuah hipotesis tidak pernah terbukti atau tidak terbukti sama sekali. Hipotesis yang terbukti atau tidak terbukti itu hanya merupakan probabilitas. Probabilitas empiris hanya dapat mencapai kedekatan dengan kepastian, tetapi tidak pernah benarbenar dapat meraih kepastian yang sesungguhnya. Alasannya adalah bahwa manusia tidak pernah dapat memastikan apakah masa depan akan sama dengan masa lalu, dan oleh karena itu manusia tidak pernah dapat secara mutlak meyakini bahwa fenomena yang ada saat ini akan sama persis dengan fenomena pada masa depan. Juga perlu dicatat bahwa indera manusia itu dapat menyesatkan sebagaimana sebuah tongkat menjadi bengkok ketika dimasukkan ke air (Kneller, 1971: 22).
Pengetahuan otoritatif yaitu pengetahuan yang diakui kebenarannya berdasarkan jaminan otoritas orang yang menguasai bidangnya. Seseorang menerima pengetahuan begitu saja tanpa merasa perlu untuk mengujinya dengan fakta karena pengetahuan tersebut telah tersedia di dalam ensiklopedia dan bukubuku yang ditulis oleh ahlinya. Dunia terlalu luas bila seseorang harus menguji kebenaran semua peristiwa secara pribadi. Jadi, pengetahuan otoritatif adalah pengetahuan yang sudah terbentuk dan diterima secara luas berdasarkan otoritas seseorang di dalam bidang masing-masing. (Kneller, 1971: 22-23).
Jadi, dapat diketahui bahwa dalam kegiatan pendidikan sangat erat dengan epistemologi karena pendidikan selalu berkaitan dengan pemberian pengetahuan oleh pendidik, dan penerimaannya, serta pengembangannya oleh peserta didik. Dalam setiap pengetahuan yang disampaikan oleh guru dengan berbagai disiplin ilmu masing-masing terdapat dasar epistemologinya sendiri-sendiri.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Sumber:

Rukiyati dan Andriani Purwastuti,  L. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar