a.
Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber
dari akal pikiran atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descrates (1596–1650),
yang membedakan adanya tiga ide, yaitu innate ideas (ide bawaan), sejak manusia
lahir atau juga dikenal dengan adventitinous ideas, yaitu idea yang berasal
dari luar manusia, dan faktitinousideas, atau ide yang dihasilkan oleh pikiran
itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632−1677), Leibniz (1666−1716).
b. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua
pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman indra. Indra memperoleh
pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut
terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman. Tokohnya antara lain:
1)
John Locke (1632−1704), berpendapat bahwa
pengalaman dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) pengalaman luar
(sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar dan (2) pengalaman
dalam, batin (reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea yang
sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk idea yang lebih
kompleks.
2)
David Hume (1711−1776), yang meneruskan tradisi
empirisme. Hume berpendapat bahwa ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari
sensasisensasi sederhana atau ide-ide yang kompleks dibentuk dari kombinasi
ide-ide sederhana atau kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian
berkembang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
c.
Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang
menyatakan bahwa objekobjek yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri
objek tersebut. Objekobjek tersebut tidak bergantung pada subjek yang
mengetahui atau dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran subjek. Pikiran
dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat
dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan
tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari.
Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (384−322 SM),
menurut Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda konkret atau dalam
proses-proses perkembangannya. Bentuk (form) atau ide atau prinsip keteraturan
dan materi tidak dapat dipisahkan. Kemudian, aliran ini terus berkembang
menjadi aliran realisme baru dengan tokoh George Edward Moore, Bertrand
Russell, sebagai reaksi terhadap aliran idealisme, subjektivisme, dan
absolutisme. Menurut realisme baru: eksistensi objek tidak bergantung pada
diketahuinya objek tersebut.
d.
Kritisisme
Kritisisme
menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang
meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan, mengatur, dan
menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan
merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724−1804). Kant
mensintesiskan antara rasionalisme dan empirisme.
e.
Positivisme Tokoh aliran ini di antaranya August
Comte, yang memiliki pandangan sejarah perkembangan pemikiran umat manusia
dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya
pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai
oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak dibedakan.
2)
Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia
berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan
dengan fakta.
3)
Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran
manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Oleh karena
itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat
fakta (Harun H 1983: 110 dibandingkan dengan Ali Mudhofir 1985: 52 dalam Kaelan
1991: 30).
f.
Skeptisisme
Menyatakan bahwa indra adalah bersifat menipu atau
menyesatkan. Namun, pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis
(sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengalaman diakui
benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene Descrates (1596−1650).
g.
Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan,
namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah
dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran
ini, antara lain C.S Pierce (1839−1914), menyatakan bahwa yang terpenting
adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam
suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan
gambaran yang kita peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan (Ali
Mudhofir 1985: 53 dalam Kaelan 1991: 30). Tokoh lain adalah William James
1824−1910 dalam Kaelan 1991: 30) menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal
adalah ditentukan oleh akibat praktisnya.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Sumber:
Suaedi.
2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar