Selasa, 29 November 2016

Pengertian Epistemologi - bagian 1


Epistemologi atau teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasardasarnya, serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan fondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung pada ilmu tertentu dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu dan pengetahuan dasar.

Sebagai contoh, dasar dari semua ilmu empirik adalah prinsip kausalitas dan kaidah ini menjadi pokok bahasan dalam filsafat. Dengan demikian, filsafat merupakan dasar dan pijakan bagi ilmu-ilmu empirik. Begitu pula ilmu logika yang merupakan alat berpikir manusia dan ilmu yang berkaitan dengan cara berpikir yang benar, diletakkan sebagai pendahuluan dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain maka dari itu ia bisa ditempatkan sebagai dasar dan asas bagi seluruh pengetahuan manusia.
Namun, epistemologi (teori pengetahuan) karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan fondasi segala ilmu dan pengetahuan. Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian memiliki kesamaan dengan epistemologi, tetapi ilmu logika merupakan ilmu tentang metode berpikir dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah epistemologi. Hingga tiga abad sebelum abad ini, epistemologi bukanlah suatu ilmu yang dikategorikan sebagai disiplin ilmu tertentu, meainkan pada dua abad sebelumnya, khususnya di Barat, epistemologi diposisikan sebagai salah satu disiplin ilmu.
Dalam filsafat Islam, permasalahan epistemologi tidak dibahas secara tersendiri, tetapi begitu banyak persoalan epistemologi dikaji secara meluas dalam pokok-pokok pembahasan filsafat Islam, misalnya dalam pokok kajian tentang jiwa, non materi jiwa, dan makrifat jiwa. Pengindraan, persepsi, dan ilmu merupakan bagian pembahasan tentang makrifat jiwa. Begitu pula hal-halyang berkaitan dengan epistemologi banyak dikaji dalam pembahasan tentang akal, objek akal, akal teoretis dan praktis, wujud pikiran, serta tolok ukur kebenarandan kekeliruan suatu proposisi. “Pandangan dunia (weltans chauung) seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya konsepsi dan pengenalannya terhadap “kebenaran”. Kebenaran yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin besar pengenalannya, semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik kulminasi peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik nadir peradaban karena nilai dan kualitas keberadaan kita sangat bergantung pada pengenalan kita terhadap kebenaran. Anda dikenal atas apa yang Anda kenal. Wujud Anda ekuivalen dengan pengenalan Anda dan vice-versa.
Akan tetapi, bagaimanakah kebenaran itu dapat dikenal? Parameter atau paradigma apa yang digunakan untuk dapat mengidentifikasi kebenaran itu? Mengapa kita memerlukan paradigma atau parameter ini? Dapatkah manusia mencerap kebenaran itu? Kalau kita menilik perjalanan sejarah umat manusia sebagai makhluk dinamis dan progresif, manusia acap kali dihadapkan pada persoalanpersoalan krusial tentang hidup dan kehidupan, tentang ada dan keberadaan, tentang perkara-perkara eksistensial. Penulusuran, penyusuran, serta jelajah manusia untuk menuai jawaban atas masalah-masalah di atas membuat eksistensi manusia jauh lebih berarti. Manusia berusaha bertungkus lumus memaknai keberadaannya untuk mencari jawaban ini. Manusia terus mencari dan mencari hingga akhir hayatnya. Perjalanan sejarah umat manusia sebagai makhluk dinamis dan progresif, manusia acap kali dihadapkan kepada persoalan-persoalan krusial tentang hidup dan kehidupan, tentang ada dan keberadaan, tentang perkaraperkara eksistensial. Ilmu-ilmu empiris dan ilmu-ilmu naratif lainnya ternyata tidak mampu memberikan jawaban utuh dan komprehensif atas masalah ini karena metodologi ilmu-ilmu tersebut bercorak empirikal.
Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir untuk mencoba memberikan jawaban atas masalah ini karena baik dari sisi metodologi maupun subjek keilmuan, filsafat menggunakan metodologi rasional. Sebelum memasuki gerbang filsafat, terlebih dahulu instrumen yang digunakan dalam berfilsafat harus disepakati. Dengan kata lain, akal yang digunakan sebagai instrumen berfilsafat harus diuji dulu validitasnya, apakah ia absah atau tidak dalam menguak realitas. Betapa tidak, dalam menguak realitas terdapat perdebatan panjang semenjak zaman Yunani Kuno (lampau) hingga masa Postmodern (kiwari) antara kubu rasionalis (rasio) dan empiris (indriawi dan persepsi). Semenjak Plato hingga Michel Foucault dan Jean-François Lyotard. Pembahasan epistemologi sebagai subordinate dari filsafat menjadi mesti adanya. Pembahasan epistemologi adalah pengantar menuju pembahasan filsafat. Tentu saja, harus kita ingat bahwa ilmu logika juga harus rampung untuk menyepakati bahwa dunia luar terdapat hakikat dan untuk mengenalnya adalah mungkin. Pembahasan epistemologi sebagai ilmu yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat harus dikedepankan sebelum membahas perkara-perkara filsafat.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan (Rizal 2001: 16). Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld dalam Mohammad Noor Syam (1984: 32) mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemologi that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”. Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistomologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”. Di samping itu, banyak sumber yang mendefinisikan pengertian epistomologi di antarannya:
a.    Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
b.    Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
c.     Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan, yaitu tentang terjadinnya pengetahuan dan kesahihan atau kebenaran pengetahuan.

d.    Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan.

00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000 
Sumber:
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar