Sabtu, 26 November 2016

Metode berpikir ilmiah

Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada (Eman Sulaeman). Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang didasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh Mulyana Mubarak, SE).

Metode berpikir ilmiah tidak lepas dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil uji eksperimental. Jika suatu teori tidak bisa dibuktikan dengan uji eksperimental, dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains (Goldstein 1980).
a.    Metode berpikir ilmiah
Suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih ketika kita melakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan inilah yang disebut logika. Dengan demikian, kita sudah mendapati hubungan antara syarat berpikir ilmiah dan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika. Logika diperoleh dengan metode induksi dan deduksi.
1)   Metode induksi
Metode induksi adalah suatu cara penganalisis ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju pada hal yang besifat umum (universal). Jadi, cara induksi dimulai dari penelitian terhadap kenyataan khusus satu demi satu, kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi, lalu diakhiri dengan kesimpulan umum. Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya.
Dengan metode induksi maka kita dapat menarik kesimpulan yang dimulai dari kasus khusus/ khas/ individual untuk mendapatkan kesimpulan lebih umum/ general/ fundamental.
Contoh:
Kita tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki mata.
Logika induktif memiliki berbagai guna bagi kegiatan berpikir ilmiah kita, antara lain:
a)   bersifat ekonomis bagi kehidupan praksis manusia. Dengan logika induktif kita dapat melakukan generalisasi ketika kita mengetahui/menemui peristiwa yang sifatnya khas/khusus; serta
b)   logika induktif menjadi perantara bagi proses berpikir ilmiah selanjutnya. Ia merupakan fase pertama dari sebuah pengetahuan yang selanjutnya dapat diteruskan untuk mengetahui generalisasi lebih fundamental lagi. Misalnya, ketika kita mendapatkan kesimpulan “semua hewan memiliki mata” lalu kita masukkan manusia ke dalam kelompok ini, bisa saja kita menyimpulkan “makhluk hidup memiliki mata”.
2)   Metode deduksi
Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum, metode deduksi sebaliknya yaitu bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus.
Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri atas premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran dalam silogisme atau logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis mayor dan minor) dan kesimpulannya.
Contohnya yang paling klasik:
a) semua manusia bisa mati,
b) Socrates adalah manusia, dan
c) jadi, Socrates bisa mati.

Contoh lain:
Premis Mayor: Mahasiswa Psikologi menjadi anggota KMF Fishum
Premis Minor: Ardi mahasiswa Psikologi
Kesimpulan: Ardi menjadi anggota KMF Fishum

Premis Mayor: Beberapa mahasiswa Psikologi rajin masuk kuliah
Premis Minor: Ardi mahasiswa Psikologi
Kesimpulan: Ardi mahasiswa yang rajin masuk kuliah

Kebenaran dari dua contoh penarikan kesimpulan tersebut terdapat pada kesesuaian antara kedua premis dan kesimpulannya. Pada contoh pertama, premis mayor memuat penyataan yang lebih general, sedangkan premis minor memuat kasus individual. Kesimpulan yang diambil adalah sahih karena kedua kasus (general menuju ke individual) didapatkan dan pernyataan bahwa Ardi adalah anggota KMF Fishum adalah tepat, menurut pernyataan dan kesimpulan. Berbeda dengan silogisme kedua di mana premis mayor belum dapat disebut memuat suatu karakter pernyataan yang general. Akibatnya, premis minor meskipun memiliki kandungan kasus yang khusus, tetapi kesimpulan yang diambil belum dapat disebut sahih menurut kesimpulannya dan juga pernyataannya. Meskipun Ardi adalah mahasiswa Psikologi, Ardi belum tentu termasuk mahasiswa yang rajin masuk kuliah. Apalagi disebutkan dalam premis mayor bahwa tidak semua mahasiswa Psikologi rajin masuk kuliah.
Penarikan kesimpulan melalui logika deduktif berguna dalam kegiatan ilmiah, antara lain:
a)   melalui logika deduktif didapatkan konsistensi suatu pernyataan. Ketepatan menempatkan premis mayor dan minor berguna untuk mendapatkankesimpulan yang sesuai dengan kedua premis tersebut. Manfaat ini tidak hanya dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah kita, tetapi juga bermanfaat bagi kehidupan praksis sehari-hari; serta

b)   silogisme atau penarikan kesimpulan dengan deduksi berguna untuk mendukung pernyataan fundamental/general. Melalui silogisme kita mendapatkan berbagai varian kesimpulan yang mendukung pernyataan fundamental tanpa harus melakukan pengamatan secara langsung. Sebagai contoh, kita tidak perlu meneliti langsung ke planet Yupiter untuk mengetahui hukum revolusi dan rotasi sebuah planet, tetapi dicukupkan dengan mengambil kesimpulan secara deduktif dari penyataan bahwa semua planet mengalami perputaran terhadap matahari ataupun pada dirinya sendiri.

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666
Sumber:

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar