Jumat, 25 November 2016

Filsafat Pendidikan Ibnu Sina - Pentingnya Kecerdasan Akal


Dalam buku enam dari al-Syifa yang berjudul Tabi’iyat, Ibnu  Sina membagi teorinya tentang akal menjadi dua, yaitu akal teoretikal dan praktikal. Menurutnya, pendidikan pikiran pada hakikatnya adalah pendidikan intelek teoretikal, sementara pendidikan karakter melibatkan intelek-intelek teoretikal, sementara pendidikan karakter melibatkan intelek teoretikal dan praktikal.
Sementara intelek praktikal meliputi fakultas-fakultas vegetal dan hewani (al-quwa al-nabatiyyah dan al-quwa al-hayawaniyah), yang mencakup penghayatan (wahm), imajinasi (khayal) dan fantasi (fantasiyyah), intelek teoretikal meliputi tingkat-tingkat intelektual material (atau intelegensi) (al-‘Aql alHayulani, akal potensial), intelek en habitus (al-‘Aql al-malakah, bakat), intelek dalam tindakan (al-‘aql bi al-fi’li) dan akhirnya intelek sakral atau terperoleh (al-‘aql al-qudsi atau al-‘aql al-mustafad). Proses belajar mengimplikasikan aktulisasi potensi-potensi intelek melalui penuangan cahaya kecerdasan aktif. Tidak lain intelek yang mandiri yang di identifikasikan dengan sustansi malakah inilah yang merupakan guru sejati pencari pengetahuan dan iluminasi kecerdasan manusia oleh nya adalah pengetahuan intuitif (al-ma’rifah al-hadisiyyah), yang dicapai secara langsung dari akal kreatif.
Dengan kemampuan akal mustafad inilah manusia berbeda antara satu sama lain. Ada manusia yang hanya mampu mengatur aktivitas hidup, ada yang lebih ber-ittisal secara langsung dengan akal kreatif, sehingga ia mendapat limpahan ilmu pengetahuan dari akal fa’al tersebut. Akal yang mempunyai kemampuan demikian oleh Ibnu  Sina disebut juga dengan al-‘aql al-quds (roh suci) yang merupakan taraf tertinggi yang dapat dicapai seseorang sehingga terbukalah baginya ilmu rohani.
Visionary Recitals tulisan Ibnu  Sina, dalam mana filsafat Timur (al-hikmah almsyriqiyyahah) dijelaskan secara rinci dalam gaya yang simbolik, juga dapat di kaji sebagai sumber filsafat tentang pendidikan dalam tingkat yang paling tinggi. Dalam risalah-risalah ini doktrin tentang akal ditampakkan secara konkrit dalam wujud malaikat-malaikat dan pembimbing-pembimbing surgawi yang membimbing manusia ke tingkat tinggi Pengetahuan Ilahi. Sang pembimbing di dalam Hayy Ibnu  Yaqzhan adalah guru par-excellence dan angelologi avicennan kunci untuk memahami filsafat pendidik sang guru.
Teori intelek menurut Ibnu  Sina ini bisa di jadikan bahan pemikiran Menurut Bobbi De Porter dalam Quantum Learning sesungguhnya sejak lahir potensi akal manusia sama hanya saja berbeda dalam mengoptimalkannya.

Ibnu  Sina mengatakan bahwa akal kenabian sudah mencapai akal mustafad karena ia telah mencapai tingkat Akal Universal. Nabi dapat berhubungan langsung dengan Tuhan, tanpa melalui perantara. Dalam hal kekuatan akal, imajinasi dan rohaninya, nabi berada di atas manusia pada umumnya. Dari sini, dapat kita lihat, bahwa teori intelek Ibnu  Sina sangat kental dengan nuansa mistik, karena, menurut Ibnu   Sina, untuk dapat mencapai akal mustafaz atau Akal Universal, seorang nabi di samping harus memiliki kekuatan intelek tertinggi, ia juga memiliki kekuatan rohani yang luar biasa. Kekuatan rohani ini diperoleh dari upaya pensucian rohani melalui berbagai aktivitas kerohanian sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan orang-orang suci.

""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar