Jumat, 25 November 2016

Filsafat Pendidikan Ibnu Sina - Kurikulum Pendidikan Ibnu Sina


Menurut rumusan yang sederhana, kurikulum merupakan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “a racecource of subject matters to be mastered”.
Banyak di antara kita kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus kurikulum di artikan hanya sebagai isi pelajaran.
Konsep kurikulum menurut Ibnu  Sina didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Pada anak berusia tiga atau lima tahun, menurut Ibnu  Sina, perlu diberikan mata pelajaran budi pekerti, kebersihan dan kesenian. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali agar si anak memiliki kebiasaan (habituality) yang baik, misalnya sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dengan pendidikan kebersihan dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai dan meningkatkan daya khayalan (imagination) yang positif. Pandangan Ibnu  Sina tentang kurikulum ini tampaknya dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya. Ia menjelaskan ketentuan dalam pemberian materi pelajaran itu harus diberikan sesuai dengan perkembangan psikologis anak.
Ibnu  Sina menekankan agar anak didik diberikan pendidikan mengenai kebersihan. Menurut pelajaran kebersihan dimulai sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketikaa hendak tidur kembali. Dengan kata lain pelajaran kebersihan ini harus diberikan kepada anak dalam semua aktivitasnya. Dengan cara ini, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja yang berpenampilan kotor atau kurang sehat. Pada anak usia enam sampai empat belas tahun, menurut Ibnu  Sina, perlu diberikan kurikulum yang mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an, pelajaran Agama, syair dan juga olah raga.
Pelajaran dan membaca dan menghafal Al-Qur’an menurut Ibnu  Sina berguna untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan-bacaan Al-Qur,an dan juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari Agama Islam dan pelajaran lainnya, seperti tafsir Al-Qur’an, fikih, tauhid, akhlak dan lain-lain. Belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an akan mendukung keberhasilan pelajaran bahasa Arab, karena Al-Qur’an mengandung ribuan kosa kata. Pelajaran membaca Al-Quran, menurut Ibnu  Sina, sangat strategis dan mendasar dalam pendidikan pribadi muslim.
Selanjutnya, kurikulum untuk usia empat belas tahun ke atas sangat banyak jumlahnya sesuai dengan bakat dan minat si anak, baik pelajaran yang yang bersifat teoretis maupun praktis. Pelajaran yang bersifat teoritis antara lain tentang materi dan bentuk (matter and form), gerak dan perubahan, wujud dan kehancuran, tentang tumbuhan (botani), hewan (zoologi), kedokteran, astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ke dalam ilmu-ilmu fisika. Selanjutnya, ilmu metematika yang meliputi tentang ruang, bayang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin, ilmu memindahkan air. Ilmu ketuhanan yang meliputi tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat, berita gaib, ilham, dan ilmu tentang kekekalan ruh setelah berpisah dengan jasadnya.
Selanjutnya, mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu tentang akhlak yang mengkaji tentang budi pekerti dan tingkah laku seseorang, ilmu mengurus rumah tangga, yang meliputi ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang hubungan antara rakyat dengan pemerintah, kota dengan kota, bangsa dengan bangsa. Ke dalam ilmu yang bersifat praktis atau terapan ini, Ibnu  Sina memasukan ilmu tentang cara menjual dagangan, membatik, dan menenun. Dalam hal ini, Ibnu  Sina mengaitkan ilmu-ilmu praktis dengan berbagai pekerjaan yang ada dalam kehidupan di rumah tangga, masyarakat, dan dunia pekerjaan atau profesi. Dengan ilmu yang bersifat praktis ini seorang dapat berusaha mencari nafkah untuk kehidupanya.

Dalam konteks pendidikan spiritual, Ibnu  Sina menekankan agar kurikulum disusun secara utuh, yakni memperhatikan semua pengembangan potensi manusia terutama aspek rohani. Anak didik supaya sejak dini di ajari membaca Al-Qur’an, mengamalkan perintah-perintah Agama, menjaga kebersihan lahir dan batin, serta diajari budi pekerti yang mulia. Dengan kurikulum seperti ini, maka diharapkan kelak anak didik memiliki jiwa yang kuat, rohani yang bersih dan akhlak yang baik. Inilah cermin manusia yang ideal yang dikatakan Ibnu  Sina sebagai insan kamil (manusia paripurna).

""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar