Jumat, 25 November 2016

Filsafat Pendidikan Ibnu Sina - Guru dan Metode Pendidikan

1.    Guru
Selain sebagai orang yang menyampaikan pengetahuan, guru juga merupakan bapak rohani (spiritual father) bagi murid-muridnya. Oleh karena itu, guru yang ideal dalam pembinaan rohani adalah guru yang berakal cerdas, kuat rohaninya, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam,


sopan santun, bersih, dan suci murni. Lebih lanjut, Ibnu  Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam mendidik anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri.7 Selain itu, guru juga harus mengutamakan kepentingan umat dari pada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri dari meniru sifat raja dan orang-orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.

2.    Metode Pendidikan
Ada tiga macam metode pengajaran Ibnu  Sina, yaitu metode berkisah (hikayat, novel), metode deskriptif-analitis, dan praktek langsung dalam kehidupan. Metode kisah atau cerita ditunjukan oleh tiga novel sufistiknya yaitu Kisah Hayy Ibnu  Yaqzhan, Risalah al-Tayr, dan Kisah Salaman wa Absal. Sedangkan metode deskriptif-analitis bisa kita lihat dalam kitabnya al-Isharat wa al-Tanbihat dan Risalah fi Mahiyyat al-Ishq. Adapun pendapat Ibnu  Sina mengenai metode prakteknya dalam kehidupan sehari-hari bisa dilihat dalam bukunya Risalah fi al-Zuhud, Risalah fi Sirr al-Shalat. Karya-karya Ibnu  Sina yang menjadi masterpiece-nya seperti al-Syifa dan al-Najat, juga menyajikan metode logis (rasional), intuitif, dan demonstratif.
Ada tiga jenis metode yang digunakan oleh Ibnu  Sina, sebagaimana telah disinggung di atas. Ketiga jenis metode itu adalah:
Pertama, metode berkisah atau bercerita, misalnya dalam bentuk hikayat-hikayat, roman atau novel. Metode ini di pakai untuk memudahkan dalam memberi pengertian kepada murid atau pembaca sebuah buku. Para guru atau para penulis sejarah, tasawuf dan sebagainnya, bahkan orang tua kita sering menyajikan pelajarannya dalam bentuk cerita atau hikayat. Dengan cerita, si murid lebih mudah menangkap maksud pelajaran yang disampaikan. Banyak penulis yang menyajikan pemikirannya dalam bentuk novel, di antaranya Jostein Gaarder yang menulis Sophie’s World (Dunia Sofi), dan karya Syekh Nadim al-Jisr berjudul Qissatul Iman, keduanya merupakan novel filsafat.
Berbagai kisah yang memuat pesan moral seperti cerita-cerita rakyat misalnya “Si Malin Kundang” yang mengajarkan agar anak menghormati orang tua lebih memberikan kesan yang mendalam terhadap anak dari pada berbagai pengajaran doktrin dan dogma yang kering. Kebiasaan bercerita si ibu kepada anaknya sebelum tidur merupakan metode yang sangat efektif dalam memberikan pelajaran kepada anak pra-sekolah. Teladan-teladan para nabi, sahabat, para ulama termashur, tokoh pejuang, dan lain-lain yang disajikan dalam bentuk cerita yang sistematis dan menarik akan memberikan kesan mendalam bagi pembaca dan pendengar. Temasuk metode penyajian mistik-filsafat yang dilakukan oleh Ibnu  Sina dalam bentuk kisah dalam novel seperti yang telah diuraikan di atas.
Kedua, metode deskriptif-analitis. Metode ini merupakan metode yang bertujuan untuk mengambarkan atau menguraikan sesuatu dengan uraian yang sistematis. Melalui deskriptif-analitis kita akan mendapatkan gambaran mengenai sesuatu objek yang kita kaji. Gambaran yang dibuat bisa merupakan tinjauan dari satu sudut atau berbagai sudut. Namun untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh kita harus mengkaji dan menguraikannya secara komprehensif dan holistik. Metode jenis ini digunakan oleh Ibnu  Sina dalam sebagian karya-karya sufistiknya seperti dalam alIsharat wa al-Tabihat dan Risalah fi Mahiyyat al-Ishq.
Ketiga, adalah dengan praktek kehidupan sehari-hari untuk menuju kesempurnaan. Metode ini berupa pengaktualisasian ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan mentaati semua perintah dan menjauhi larangan Allah sebagai mana yang diatur dalam ajaran Islam. Metode ini di gunakan oleh Ibnu  Sina misalnya ditunjukkan dengan ketaatan Ibnu  Sina dalam melakukan pensucian diri melalui metode latihan rohani (spiritual exercise) dengan menjalankan shalat secara konsisten, berzikir, berdo’a, sering meditasi (i’tikaf), membaca Al-Qur’an dan hidup zuhud (menghindari kecintaan terhadap dunia).
Selain metode yang digunakan dalam karya-karya sufistiknya, Ibnu  Sina juga menawarkan metode pendidikan di sekolah-sekolah yang disesuaikan dengan pertimbangan aspek psikologis si anak. Dalam menyampaikan pelajaran kerohanian (agama) Ibnu  Sina menawarkan metode di antaranya, metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan keteladanan, diskusi, serta penugasan.
Yang dimaksud dengan metode talqin dalam cara kerjanya digunakan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an bagi anak pemula. Dimulai dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an kepada anak didik, sebagian demi sebagian. Setelah itu, anak disuruh mendengarkan dan mengulang bacaan tersebut perlahan-lahan dan di lakukan secara berulang-ulang, hingga hafal. Metode ini bisa di lakukan juga dengan cara asistensi, yakni murid-murid yang sudah agak pandai diminta mengajari dan membimbing teman-temannya yang masih tertingal. Dalam ilmu pendidikan modern cara seperti ini dinamakan tutorial.
Metode demonstrasi menurut Ibnu  Sina digunakan dalam cara mengajar menulis. Dalam memberikan pelajaran Al-Qur’an guru mencontohkan tulisan-tulisan dihadapan murid-muridnya dan barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan sesuai makhraj-nya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara penulisannya.
Metode yang ketiga adalah metode pembiasaan atau keteladanan, Ibnu  Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan budi pekerti atau akhlak. Pembiasaan dalam melakukan latihan rohani dengan berlatih zuhud, mensucikan hati, shalat yang khusu, melaksanakan puasa wajib dan sunah, munajat di waktu malam merupakan metode yang sangat efektif dalam pendidikan spiritual.
Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran kepada siswa dengan memberikan pertanyaan yang bersifat problematis. Kemudian para siswa secara bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Terakhir adalah metode penugasan atau resitasi, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Cara ini dilakukan oleh Ibnu  Sina kepada salah seorang muridnya bernama Abu Raihan al-Biruni dan Abi Husain Ahmad al-Suhaili.

Dari uraian di atas terdapat empat karakteristik metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu  Sina. Pertama, uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari Ibnu  Sina terhadap keberhasilan pendidikan. Kedua, setiap metode yang ditawarkan disesuaikan dengan bidang studi yang diajarkan serta tingkat usia peserta didik. Ketiga, memperhatikan minat dan bakat siswa. Keempat, mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

................................................................................................................................
Sumber:
Yoyo Hambali, MA. 2011. Filsafat Pendidikan - Studi Perbandingan antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam. BEKASI : UNIVERSITAS ISLAM “45”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar